Ekonomi Politik Kolonialiasme: Perspektif Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda dalam Mengelola Industri Gula Mangkunegara Pada Tahun 1870-1930

 

Ekonomi Politik Kolonialiasme: Perspektif Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda dalam Mengelola Industri Gula Mangkunegara Pada Tahun 1870-1930

Topik: Kekuasaan, Kesejahteraan, dan Demokrasi

Tahun: 2015

Penulis: Mahesti Hasanah

Penyunting: –

Deskripsi: 

Buku ini menggambarkan bagaimana kekuasaan pemerintah Hindia Belanda memasuki ranah politik desa melalui penguasaan industri gula. Krisis keuangan di Mangkunegaran menjadi pintu masuk bagi pemerintah kolonial untuk memengaruhi kepala desa, elite desa, dan masyarakat. Desa diubah menjadi bagian birokrasi pemerintah Hindia Belanda untuk memperluas kekuasaan kolonial di tanah Jawa.

Ringkasan: 

Industri Gula menjadi salah satu industri yang penting bagi pemerintah Hindia Belanda karena mendatangkan banyak keuntungan melimpah. Mangkunegaran sendiri adalah daerah vorstenlanden dan memiliki pemimpin yang berpikir modern sehingga menerima pembangunan industri tersebut dengan terbuka. Dalam perjalanannya, pemimpin tersebut sebenarnya memiliki kewenangan mengatur kegiatan ekonomi Mangkunegaran. Namun, pemerintah kolonial Hindia Belanda yang kemudian memegang kendali semua proses ekonomi. Penetrasi pemerintah kolonial dimulai ketika terjadi krisis keuangan di Mangkunegaran. Dengan dalih menyelamatkan Mengkunegaran, pemerintah kolonial menempatkan residen sebagai pemimpin industri gula. Setelah keuangan sudah stabil, kepemimpinan memang sempat kembali kepada Prangwedana (Mangkunegaran). Namun, pemerintah kolonial tidak langsung lepas tangan karena kemudian di bentuk Komisi Dana MIlik Mangkunegaran dan superinntendet (orang Belanda) memiliki peranan penting sebagai pelaksana sehari-hari. Selanjutnya penetrasi pemerintah Hindia Belanda berpengaruh kepada desa, elit desa, dan masyarakat. Desa diubah menjadi bagian birokrasi yang diatur oleh pemerintah untuk perluasan kekuasaan. Untuk kepentingan itu, elit desa, bekel dan perusahaan (pemerintah) menggiring rakyat agar bersedia menyewakan tanahnya kepada perusahaan dan bekerja sebagai buruh upah di perusahaan. Dengan begitu, pemerintah mengendalikan semua faktor produksi Mangkunegaran.