Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
    • English
  • Home
  • Artikel

Kisah Hubungan NU-Muhammadiyah (08-06-2020)

  • Artikel
  • 10 Maret 2022, 04.33
  • Oleh : PolGov Admin

Ini perihal hubungan NU dan Muhammadiyah, tapi tidak ada hubungannya dengan keributan “kekanak-kanakan” terkait urusan acara harlah dan Masjid Gedhe Kauman itu.

Yang saya mau ceritakan adalah tentang hubungan NU dan Muhammadiyah setelah adanya pihak ketiga, seperti yang saya alami di Perth.

Kita tahu, dulu NU dan Muhammadiyah itu mirip Tom and Jerry. Mereka selalu ribut kalau ada kesempatan. Apapun bisa dibikin ribut. Selain keributan klasik soal TBC, ada juga sindir-sindiran soal poligami. Membuat keributan, semudah masak mie instan.

Tapi semenjak ada PKS (apalagi ada HTI), NU dan Muhammadiyah jadi rada akur. Ketika sedang studi di Western Australia, kebetulan saya adalah ketua NU di sana. Salah satu problema yang saya hadapi adalah ekspansi politik PKS yang sangat ambisius. Tentu saja, menurut mereka itu adalah dakwah. Tapi dakwah itu disertai dengan target-target elektoral, yang membuat sebagian orang merasa tidak nyaman.

Kondisi ini membuat NU dan Muhammadiyah jadi mendekat satu sama lain. PKS di Perth (waktu itu ya) telah menjadi semacam “musuh bersama” bagi NU dan Muhammadiyah. Ini saya beri tanda petik, sebab PKS bukan musuh beneran bagi NU dan Muhammadiyah; lebih sebagai “rival” ketimbang “enemy” sebenarnya. Musuh kami yang permanen adalah kaum abangan, hehehe… (bercanda boy, bercandaaa…)

Anyway, pokoknya segala kiprah politik elektoral-nya PKS di Perth itu terasa tidak appropriate bagi kami, sejumlah orang NU dan Muhammadiyah.

Jadi untuk urusan politik, NU dan Muhammadiyah merapat, sementara PKS berada di seberang sana. Untuk urusan politik lho ini ya. Urusan lain-lain sih beda lagi.

Tapi suasana harmonis antara NU dan Muhammadiyah ternyata tidak menyeluruh. Masalah mulai datang ketika Ramadan menjelang.

Muhammadiyah dengan percaya diri mengumumkan bahwa berdasarkan hasil hisab, hari Valentine, eh maksud saya, hari pertama Ramadlan akan jatuh pada tanggal anu. Cara menyampaikan pengumuman itu terasa jemawa bagi kami para penggemar rukyatul-hilal.

NU yang tadinya mesra-mesraan dengan Muhammadiyah, mendadak sewot. Apalagi kalau mendengar metode rukyat disindir-sindir sebagai metode yang ketinggalan jaman. Wo itu debat bisa jadi panas.

DI tengah kejumawaan itu, kami tetap putuskan akan melakukan pengamanat hilal di penghujung bulan Sya’ban. Setelah menentukan lokasi pengamatan hilal, yakni sebuah titik di pantai barat, maka tanggal 29 Sya’ban itu kami pengurus NU berangkat berombongan.

Demi ukhuwah Islamiyah, kami tentu saja tak berangkat sendirian. Kami berangkat dengan kalangan lain sesama umat Islam. Dengan siapa kami berangkat? Dengan pengurus PKS.

Urusan politik kami akur dengan Muhammadiyah, urusan awal Ramadlan kamu akur dengan PKS. Ini namanya pola-pola koalisi non-permanen yang gampang bergeser.

(Publikasi awal di alif.id 02 Maret 2020 | Sumber foto: pinterpolitik.com )

Tags: ARTIKEL

Tinggalkan Komentar Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

Related Posts

Resensi Buku: Meneropong Demokrasi di Indonesia

Artikel Kamis, 10 Maret 2022

(20-08-2016) Buku ini secara luas dan mendalam mencoba untuk memahami keadaan demokrasi di Indonesia setelah Reformasi 1998. Buku ini juga menawarkan beberapa hal yang mungkin dilakukan untuk memperbaiki mutu demokrasi di Indonesia dengan berpijak pada […].

Kampanye Politik Pro-Rakyat Masih Harus Dikritisi

Artikel Kamis, 10 Maret 2022

(25-02-2014) JAKARTA, KOMPAS.com — Hasil penelitian yang dilakukan Power Welfare and Democracy (PWD) Universitas Gadjah Mada dan University of Oslo mengungkapkan, perpolitikan di Indonesia mulai mengarah pada munculnya kampanye pro-rakyat (populisme).

Resensi Buku: Tantangan Demokrasi dalam Pemilu Serentak

Artikel Kamis, 10 Maret 2022

(30-08-2015) Indonesia pasca otoritarianisme diwarnai dengan munculnya reorganisasi elite masa lalu yang hendak menjaga dominasi dalam era demokrasi baru (Hadiz & Robison, 2004). Hal tersebut berimplikasi pada maraknya perilaku predator politik yang dilakukan elite, baik […].

Otonomi Daerah: Tak Ada Jalan Kembali Menuju Sentralisasi

Artikel Kamis, 10 Maret 2022

(15-04-2016) Harianjogja.com, JOGJA-Selama 20 tahun berjalannya otonomi daerah memberikan dampak positif dan negatif kepada daerah dan negara Indonesia secara umumnya. Meski demikian, tak ada lagi jalan atau alasan yang membenarkan untuk Indonesia apabila akan kembali […].
Universitas Gadjah Mada

Alamat

Gedung BA Lt. 4 FISIPOL UGM
Jl Sosio Yusticia, Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Kontak

Whatsapp. (+62) 811 2515 863
Telp. (+62) 274 – 555880
Fax. (+62) 274 – 552212

© 2025 PolGov UGM - Research Centre for Politics and Government